Rencana Menuju Net Zero Telah Disusun, Namun Transisinya Harus Dipercepat
Jakarta, 16 Oktober 2023 – Zurich Indonesia telah menerbitkan Survei Sustainability Executives yang dilakukan di 15 negara dengan mengumpulkan tanggapan dari hampir 700 pejabat eksekutif mengenai dorongan strategi mereka saat ini dan yang telah direncanakan perusahaan terkait mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Survei ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan di seluruh sektor dan di seluruh dunia berkomitmen untuk mencapai net-zero, dan mereka telah mulai melaksanakan rencana transisi jangka pendek namun masih ada tantangan untuk dapat mempercepat hal ini, dimana pemerintah dan swasta sama-sama berperan penting.
Di enam sektor industri, pada tingkat global, survei ini menemukan bahwa sebagian besar lembaga keuangan dan perusahaan energi telah memiliki rencana langkah net-zero (masing-masing 88% dan 85%). Sektor-sektor ini sangat penting untuk memfasilitasi aksi mitigasi yang lebih luas dan telah menjadi fokus kebijakan publik. Sektor industri manufaktur berat, barang konsumsi, dan pertanian juga tidak ketinggalan dengan persentase sedikit di bawah 80%. Yang paling jauh adalah sektor transportasi dimana hanya 37% yang menyatakan bahwa mereka telah menyiapkan rencana.
Di Indonesia sendiri, ditemukan bahwa perusahaan-perusahaan menunjukkan komitmen yang kuat terhadap perubahan iklim dengan 100% responden menyatakan telah memiliki rencana transisi dan 97% telah menetapkan target untuk mengurangi emisi karbon ke net-zero. Hal ini terutama didorong oleh advokasi dari investor dan dorongan untuk mendapatkan keuntungan bisnis.
Budi Darmawan, Sustainability Country Lead Zurich di Indonesia, menyatakan, “Sejalan dengan tujuan kami untuk bersama-sama menciptakan masa depan yang lebih baik, kami melakukan riset ini untuk memberikan wawasan penting tentang bagaimana berbagai perusahaan di berbagai wilayah dan sektor melakukan pendekatan terhadap perubahan iklim, perkembanganya, tantangannya, dan bagaimana kita dapat mempercepat transisi menuju net-zero. Kami melihat perubahan iklim sebagai salah satu risiko paling kompleks di zaman ini karena ini merupakan risiko lintas negara, lintas generasi, serta merupakan masalah yang saling ketergantungan dengan dampak terhadap seluruh sektor industri."
Selain menyoroti bidang-bidang yang sudah mulai menunjukkan momentum positif, survei ini juga menyoroti sejumlah tantangan utama. Secara global, hambatan terbesar dalam mengembangkan rencana net-zero – yang disebutkan oleh 50% perusahaan secara keseluruhan – adalah biaya dan skala modal. Hal ini diikuti oleh tiga hambatan terkait, yaitu kurangnya solusi teknologi yang memadai, tantangan regulasi, dan kesulitan dalam pengukuran dan pemantau dampak.
Sejalan dengan temuan pada tingkat global, tantangan utama dalam mengembangkan rencana di Indonesia adalah kurangnya solusi teknologi yang memadai serta biaya dan skala modal; namun kurangnya keterampilan juga disebut sebagai salah satu dari tiga tantangan utama yang dihadapi oleh para pimpinan keberlanjutan di Indonesia. Industri asuransi juga dilihat mampu mendukung perusahaan-perusahaan dalam berbagai langkah transisi menuju net-zero, dimana 77% level pimpinan di Indonesia meminta dukungan terkait kebijakan dan 67% meminta bantuan terkait manajemen risiko.
Laporan ini menyimpulkan bahwa diperlukan lebih banyak lagi dukungan investasi dan insentif untuk membantu perusahaan-perusahaan, baik besar maupun kecil, dalam menanggung biaya investasi teknologi untuk memenuhi ambisi ini, seperti beralih ke energi terbarukan, armada kendaraan listrik, memperbarui bangunan agar hemat energi, dan mendukung pendataan dan pengukuran. Untuk inovasi-inovasi yang terukur dan aplikasi yang cepat, dibutuhkan kolaborasi antar pelaku industri serta pemerintah-swasta dalam penelitian dan pendanaan. Para penulis berpendapat bahwa kombinasi insentif keuangan dan mandat pemerintah merupakan cara yang paling efektif untuk meningkatkan skala teknologi dan merekomendasikan tiga langkah prioritas, yaitu menciptakan kepastian dalam kebijakan, membuka aliran pendanaan dan inisiatif ekonomi; serta untuk melakukan mempercepat inovasi (turbo-charge).
“Perubahan iklim merupakan isu yang memerlukan tindakan segera dan kolaborasi yang kuat. Kami berkomitmen untuk memimpin langkah mengatasi perubahan iklim, Zurich akan terus berperan aktif dalam mencari solusi dan berkolaborasi dengan para pelaku bisnis juga komunitas untuk mendorong dampak yang penting”, tutup Budi.
Untuk meningkatkan perhatian dan dukungan dari para pemimpin bisnis dan pemimpin opini, Zurich akan menggaungkan temuan penelitian ini pada Conference of the Parties on Climate Change (COP 28) di Dubai pada tanggal 30 November hingga 23 Desember 2023. Hasil penelitian dapat diakses di www.zurich.com.
Survei dilakukan pada bulan April dan Mei 2023 terhadap 668 bisnis di Amerika Utara (Kanada, Amerika Serikat); Amerika Latin (Brasil, Meksiko); Eropa, Timur Tengah dan Afrika (Prancis, Jerman, Afrika Selatan, Spanyol, Swiss, Inggris, UEA); dan Asia-Pasifik (Australia, Tiongkok, Indonesia).
Responden terdiri atas perusahaan dengan pendapatan tahunan lebih dari USD100 juta dan merupakan tingkat senior dan eksekutif yang memiliki tanggung jawab terkait keberlanjutan dalam perusahaannya. Mereka mewakili enam sektor (pertanian; barang konsumsi; energi, minyak dan gas; jasa keuangan; manufaktur alat berat; dan transportasi).